disusun oleh:
AGUNG
ROMADHON
( 20210311 )
AGUNG
SATRIO
( 20210312 )
FAHMI
DANU
SAPUTRA
( 29210719 )
HERU
HERMAWAN
( 23210282 )
MUHAMMAD
ALWAN ALBADRANI ( 24210617 )
KELAS : 2 EB 06
KEKALAHAN PERTAMINA VS
KARAHA BODAS CO DALAM PERADILAN ARBITRASE INTERNASIONAL
HARRY
KATUUK
No.Pokok
45 100 15
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu perikatan
harus dilakukan secara sukarela, karena perikatan secara yuridis bersandar pada
asas kebebasan berkontrak yaitu kesepakatan kontrak itu tidak dipaksakan untuk
dilakukan tetapi harus bersumber pada kehendak dan itikad baik. Apabila kontrak
telah disepakati dan disahkan maka dasar hukum dari kekuatan suatu kontrak
adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu kontrak yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Namun demikian acapkali ditemukan wanprestasi terhadap kontrak yang telah
disepakati. Oleh karena itu untuk mengatasi sengketa di antara para pihak
ditawarkan cara penyelesaian perkara yaitu melalui peradilan atau penyelesaian
perkara di luar pengadilan. Penyelesaian perkara di luar pengadilan dikenal
dengan mediasi dan konsinyasi. Sedangkan penyelesaian perkara di luar peradilan
umum dikenal lembaga arbitrase dan lembaga litigasi. Kedua lembaga ini lahir
karena undang-undang yang mengatur lembaga peradilan umum yang ada saat ini
dipandang kurang mampu untuk menjamin terselesaikannya masalah yang
disengketakan. Hal ini disebabkan karena sedemikian banyak masalah harus
diselesaikan oleh pihak pengadilan sehingga harus menunggu giliran dan ditambah
lagi dengan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
peradilan. Oleh karena itu, para pihak lebih suka menggunakan penyelesaian
sengketa di luar peradilan umum/non-litigasi untuk menyelesaikan
perkaranya,baik dengan cara mediasi, negosiasi, konsiliasi ataupun arbitrase.
Paradigma non-litigasi ini dalam mencapai keadilan lebih mengutamakan
pendekatan konsensus dan berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang
bersengketa serta bertujuan untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa
kearah win-win solution (Adi Sulistiyono 2006:5).
Permasalahan
Berdasarkan latar
belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah faktor-faktor
apa sajakah penyebab kekalahan Pertamina melawan KBC ?
Tujuan dan
Kegunaan
a. Makalah ini
ditulis dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kekalahan
Pertamina (mewakili negara) berhadapan dengan KBC, serta untuk mengetahui pula
penyebab sehingga putusan arbitrase internasional sulit untuk dieksekusi.
b. Sedangkan
kegunaan makalah ini adalah untuk memberikan sumbangsih pemikiran tentang
peranan arbitrase internasional bagi pihak yang memilih sengketa untuk
diselesaikan oleh lembaga arbitrase di luar peradilan umum yaitu lembaga
arbitrase internasional.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pengertian
Arbitrase
Kata arbitrase
menurut R.Subekti (1981:1) berasal dari bahasa Latin ar bi tr ar e yang
artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan“.
Dikaitkannya istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolaholah memberi petunjuk
bahwa majelis arbitrase tidak perlu memerhatikan hukum dalam menyelesaikan
sengketa para pihak, tetapi cukup mendasarkan pada kebijaksanaan. Pandangan
tersebut keliru karena arbiter juga menerapkan hukum seperti apa yang dilakukan
oleh hakim di pengadilan. Sedangkan Munir Fuady (2000:12) secara teknis merujuk
pada orang yang menyelesaikan sengketa di mana arbitrase merupakan suatu metode
penyelesaian sengketa yang sering juga disebut dengan pengadilan wasit.
Sehingga para “arbiter“ dalam peradilan arbitrase berfungsi memang layaknya
seorang “wasit“ (referee).
Menurut
UUArbitrase Pasal 1 butir 1 dikatakan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Atau menurut
penafsiran penulis arbitrase adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih
menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang berkompeten
menurut undang-undang. Tujuan penanganan sengketa ini adalah untuk memperoleh
suatu putusan yang final dan mengikat.
Dasar Hukum
Berarbitrase
Dasar hukum
berarbitrase adalah:
a.Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b. Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Asing.
c. Keputusan
Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan United Nation Convention on
the Recognation and Enforcement of Foreign Arbitrase Awards (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrasi
Asing, yang lebih dikenal dengan Konvensi New York 1958).
Ruang Lingkup
Arbitrase Internasional
Penjelasan Pasal
66 UUArbitrase menyebutkan bahwa ruang lingkup arbitrase menyangkut
kegiatan-kegiatan dalam hukum perdagangan antara lain perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industrial dan hak kekayaan intelektual.
Zaeni Asyhadie
(2005:214) mengatakan bahwa ruang lingkup arbitrase jika dilihat dari
pengertian arbitrase akan meliputi semua jenis sengketa dalam bidang
keperdataan, misalnya sengketa di bidang bisnis, perburuhan/ketenagakerjaan.
Dalam kasus
Pertamina melawan Karaha Bodas Company (KBC) bermula pada ditandatanganinya
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang terletak di Gunung
Karaha dan Telaga Bodas Desa Sukamenak, Garut, Jawa Barat dengan kapasitas
listrik 400 Mega Watt. Pertamina sebagai pelaksana mewakili negara dan KBC
sebagai pengemban serta PLN yang akan bertindak sebagai pembeli tenaga listrik
yang dihasilkan sepakat untuk menyelesaikan sengketa di luar peradilan umum
melalui peradilan arbitrase internasional. Ketika terjadi wanprestasi KBC
mengajukan gugatan perdata kepada Pertamina dan PLN di peradilan Arbitrase
Unicitral di Jenewa-Swiss.
Simpulan
Penyelesaian
sengketa perdata yang dilakukan oleh para pihak dengan memilih lembaga
arbitrase internasional seyogianya putusan arbiter internacional itu ditaati.
Dalam kasus Pertamina melawan KBC terlihat bahwa pihak Pertamina banyak
melakukan manuver-manuver hukum yang secara subjektif mengurangi kredibilitas
Pertamina sebagai Lembaga Negara yang profesional.
Berbagai upaya hukum mulai
negoisasi sampai beracara di peradilan dengan argumen ketertiban umum semuanya
ditolak oleh arbiter sehingga Pertamina wajib mentaati kompensasi membayar
tuntutan KBC sekitar Rp. 2,1 trilyun. Suatu jumlah yang besar yang merugikan
keuangan negara. Uang sejumlah itu apabila Pertamina tidak wanprestasi, dapat
digunakan untuk membiayai sekitar 1000 Sekolah selama 1 tahun. Ke depan pemerintah
harus tanggap, jangan menganggap remeh gugatan pengemban asing, dan seyogianya
juga pihak Indonesia harus siap kapanpun juga untuk membela kepentingan negara
untuk melindungi kerugian negara dalam berperkara di luar peradilan, khususnya
dalam berarbitrase.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar