Jumat, 18 Januari 2013

Tugas 4 Bahasa Indonesia



Tema   : Krisis Moneter
Tujuan : Untuk Mengetahui Pengaruh Krisis Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia
Topik   : Pengaruh Krisis Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia

Kerangka Karangan :
1. Pengertian
 1.1 Pengertian Krisis Moneter

2. Faktor-faktor penyebab krisis moneter.
            2.1 Kebijakan Pemerintah Thailand
            2.2 Dianutnya sistem devisa yang terlalu bebas
            2.3 Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah
            2.4 Utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah

            2.5 Krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand

2.6 Kebijakan fiskal dan moneter yang tidak konsisten

            2.7 Defisit neraca berjalan yang semakin membesar

            2.8 Penanam modal asing portfolio

            2.9 IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan

            2.10 Spekulan domestik ikut bermain

            2.11 Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan

            2.12 terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang

3. Dampak krisis moneter
            3.1 Adanya pemutusan hubungan kerja
            3.2 Pemerintah kesulitan menutup APBN
3.3 Naiknya harga-harga barang
3.4 Harga bahan bakar minyak naik
            3.5 Hutang luar negeri dalam rupiah melonjak
            3.6 Investasi menurun
            3.7 Biaya sekolah di luar negeri melonjak
            3.7 Kemiskinan

4. Solusi pemecahan masalah krisis moneter
            4.1 Kebijakan makro
            4.2 Kebijakan mikro



Krisis moneter adalah ketidakseimbangan ekonomi suatu negara yang disebabkan oleh hancurnya sistem pemerintahan yang berdampak pada sistem pemerintahan dan sistem perekonomian suatu negara.
Krisis moneter di Indonesia berawal dari kebijakan Pemerintah Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengembangkan mata uang Thailand Bath terhadap Dollar US. Selama itu mata uang Bath dan Dollar US dikaitkan satu sama lain dengan suatu kurs yang tetap. Devaluasi mendadak dari Bath ini menimbulkan tekanan terhadap mata-mata uang Negara ASEAN dan menjalarlah tekanan devaluasi di wilayah ini.
Selain itu faktor-faktor penyebab krisis moneter lainnya adalah pertama, dianutnya sistem devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
Kedua, tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.
Ketiga, akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya, ditambah sistem perbankan nasional yang lemah. Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui hutang resmi pemerintah yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt).
Keempat, permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil.
Kelima, kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistem nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistem ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistem batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997. Ketidakmampuan pemerintah menangani krisis menimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan cepat.
Keenam, defisit neraca berjalan yang semakin membesar yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
Ketujuh, penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran diiming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar. Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia. Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko.
Kedelapan, IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. IMF sendiri dinilai banyak pihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang krisis.
Kesembilan, spekulan domestik ikut bermain. Para spekulan inipun tidak semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain.
Kesepuluh, terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap dollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumi dan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannya ke luar negeri mengantisipasi ketidakstabilan politik dalam negeri.
Dan yang terakhir, terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadap dollar AS. Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang negara-negara Asia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollar AS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan.
Krisis Moneter mempunyai dampak terhadap perekonomian Indonesia yaitu adanya   pemutusan hubungan kerja, kesulitan menutup APBN, harga barang-barang naik, harga bahan bakar minyak naik, hutang luar negeri dalam rupiah melonjak, banyak perusahaan yang tutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban hutang yang tinggi, investasi menurun karena impor barang modal menjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak. Selain itu dampak dari krisis moneter yang berkepanjangan adalah kemiskinan. Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang karena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanya maka biaya besar yang dibutuhkan untuk social safety net ini bisa dikurangi secara drastis.
Masalah-masalah tersebut dapat diatasi sehingga roda perekonomian bisa berputar kembali dan meskipun tidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter, yaitu dengan cara melakukan 2 kebijakan : yang pertama, kebijaksanaan ekonomi makro,
Kebijaksanaan ekonomi makro yang bisa dilakukan adalah melalui
kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi defisit
anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri.
Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan aggregat, juga untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi.
Yang kedua adalah kebijaksanaan ekonomi mikro. Kebijaksanaan ekonomi mikro yang bisa ditempuh pemerintah adalah dengan dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi program penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah, menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan lembaga perbankan, merestrukturisasi hutang luar negeri, mereformasi struktural di sektor riil, dan mendorong ekspor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar